patogenesis infeksi nosokomial kuman oporturis

Resiko Infeksi Perawat
Perawat menempati lini terdepan dalam memberikan asuhan keperawatan kepada klien setiap hari. Hal ini mengakibatkan perawat sangat berisiko untuk tertular penyakit yang diderita oleh klien. Penyakit tersebut disebut infeksi nosokomial, yaitu infeksi yang didapat karena penderita dirawat atau pernah di rawat di rumah sakit (Alvarado, 2000). Sumber infeksi nosokomial dapat hidup dan berkembang di lingkungan rumah sakit, seperti udara, air, lantai, makanan dan benda-benda medis maupun non medis antara lain dapat melalui tangan  petugas kesehatan maupun personil kesehatan lainnya, jarum injeksi, kateter IV, kateter urin, kasa pembalut atau perban, cairan tubuh penderita antara lain Hepatitis B, C dan HIV, serta cara yang keliru dalam menangani luka. Infeksi nosokomial ini pun tidak hanya mengenai pasien saja, tetapi juga dapat mengenai seluruh personil rumah sakit yang berhubungan langsung dengan pasien baik penunggu, pengunjung pasien maupun tenaga kesehatan terutama perawat.   
  
Prevalensi Infeksi Nosokomial
Tingkat infeksi nosokomial berkisar dari serendah 1% di beberapa negara di Eropa dan Amerika sampai lebih dari 40% di Asia, Amerika Latin dan Afrika sub-Sahara ( Lynch dkk 1997). Setiap tahun, ratusan ribu pekerja perawatan kesehatan terkena virus mematikan seperti hepatitis dan Human Immunodeficiency Virus (HIV) akibat luka jarum suntik dan benda tajam. Petugas kesehatan tertular lebih dari 20 patogen melalui darah dan mengakibatkan infeksi yang diperkirakan 1.000 per tahun, yang paling umum hepatitis B, hepatitis C dan HIV (International Perawatan Kesehatan Pekerja Safety Center, 1998). Pada bulan November 2002, Laporan Kesehatan Dunia menerbitkan data yang menunjukkan bahwa 2,5% dari kasus HIV di antara petugas pelayanan kesehatan dan 40% dari kasus hepatitis B dan C di antara petugas kesehatan di seluruh dunia adalah hasil dari pajanan (WHO, 2002).

Seseorang yang menderita suatu penyakit apalagi penyakit yang metabolik hati ataupun penurunan daya tahan tubuh akan memberi dampak buruk pada perawat, antara lain dapat mengakibatkan cacat fungsional, stress emosional sehingga terjadi penurunan kemampuan kerja, kualitas kerja dan bahkan mengakibatkan kematian. Tingkat kecelakaan kerja perawat kesehatan lebih tinggi dari petani atau konstruksi bangunan (Rosenstock, 2000). Hal ini dapat dilihat dari resiko yang ditimbulkan misalnya pada petani terkena kutu air, alat-alat pertanian, sedangkan pada kontruksi bangunan, kecelakaan kerja bisa langsung diamati seperti patah tulang, terkena benda tajam. Kecelakaan kerja pada perawat tidak langsung bisa diamati karena agen penyebabnya adalah kuman patologi yang tidak dapat dilihat tanpa alat bantu seperti mikroskop.

Tindakan Minimalisasi Resiko Infeksi Nosokomial
Berdasarkan dampak yang timbul dari infeksi nosokomial yang diderita oleh perawat, maka sangat diperlukan tindakan yang dilakukan guna manghindari terjadinya infeksi nosokomial. Salah satu cara adalah dengan melakukan proteksi diri pada saat perawat melakukan peran dan fungsinya. Proteksi diri dapat dilakukan dengan berbagai cara diantaranya :

Pertama, dekontaminasi tangan. Transmisi penyakit melalui tangan dapat diminimalisasi dengan menjaga kebersihan tangan dengan mencuci tangan sebelum dan sesudah melakukan tindakan pada pasien.

Kedua, mencegah penyebaran penyakit melalui jarum suntik dengan cara: pengurangan penyuntikan yang kurang diperlukan, penggunaan jarum steril, penggunaan alat suntik yang dispossabel.

Ketiga, menggunakan masker. Masker sebagai pelindung terhadap penyakit yang ditularkan melalui udara. Begitupun dengan pasien yang menderita infeksi saluran nafas, mereka harus menggunakan masker saat keluar dari kamar penderita. Sarung tangan sebaiknya digunakan terutama ketika menyentuh darah, cairan tubuh, feses maupun urine. Sarung tangan harus selalu diganti untuk tiap pasiennya. Setelah membalut luka atau terkena benda yang kotor, sanrung tangan harus segera diganti. Baju khusus juga harus dipakai untuk melindungi kulit dan pakaian selama kita melakukan suatu tindakan untuk mencegah percikan darah, cairan tubuh, urin dan feses.

Keempat, mencegah penularan dari lingkungan rumah sakit. Pembersihan yang rutin sangat penting untuk menjaga kebersihan rumah sakit dari debu, minyak dan kotoran. Kamar dengan pengaturan udara yang baik akan lebih banyak menurunkan resiko terjadinya penularan tuberkulosis. Selain itu, rumah sakit harus membangun suatu fasilitas penyaring air dan menjaga kebersihan pemrosesan serta filternya untuk mencegahan terjadinya pertumbuhan bakteri. Sterilisasi air pada rumah sakit dengan prasarana yang terbatas dapat menggunakan panas matahari. Toilet rumah sakit juga harus dijaga, terutama pada unit perawatan pasien diare untuk mencegah terjadinya infeksi antar pasien. Permukaan toilet harus selalu bersih dan diberi disinfektan.

Kelima, memperbaiki ketahanan tubuh. Tubuh manusia, selain terdapat bakteri yang patogen oportunis, ada pula bakteri yang secara mutualistik yang ikut membantu dalam proses fisiologis tubuh, dan membantu ketahanan tubuh melawan invasi jasad renik patogen serta menjaga keseimbangan di antara populasi jasad renik komensal pada umumnya, misalnya seperti apa yang terjadi di dalam saluran cerna manusia. Pengetahuan tentang mekanisme ketahanan tubuh orang sehat yang dapat mengendalikan jasad renik oportunis perlu diidentifikasi secara tuntas, sehingga dapat dipakai dalam mempertahankan ketahanan tubuh tersebut pada penderita penyakit berat. Dengan demikian bahaya infeksi dengan bakteri oportunis pada penderita penyakit berat dapat diatasi tanpa harus menggunakan antibiotika.

Keenam, ruangan isolasi. Penyebaran dari infeksi nosokomial juga dapat dicegah dengan membuat suatu pemisahan pasien. Ruang isolasi sangat diperlukan terutama untuk penyakit yang penularannya melalui udara, contohnya tuberkulosis, dan SARS, yang mengakibatkan kontaminasi berat. Penularan yang melibatkan virus, contohnya DHF dan HIV. Biasanya, pasien yang mempunyai resistensi rendah seperti leukimia dan pengguna obat immunosupresan juga perlu diisolasi agar terhindar dari infeksi. Tetapi menjaga kebersihan tangan dan makanan, peralatan kesehatan di dalam ruang isolasi juga sangat penting. Ruang isolasi ini harus selalu tertutup dengan ventilasi udara selalu menuju keluar sebaiknya satu pasien berada dalam satu ruang isolasi, tetapi bila sedang terjadi kejadian luar biasa dan penderita melebihi kapasitas, beberapa pasien dalam satu ruangan tidaklah apa-apa selama mereka menderita penyakit yang sama.
  
Kesimpulan
Berdasarkan pembahasan di atas mengingat dampak yang ditimbulkan dari infeksi nosokomial sangat berbahaya seperti cacat fungsional, stress emosional yang berakibat terjadinya penurunan kemampuan kerja, kualitas kerja dan bahkan mengakibatkan kematian perlu dilakukan pencegahan terhadap infeksi nosokomial, antara lain dekontaminasi tangan, menggunakan masker, sarung tangan, dan baju khusus saat memasuki ruangan pasien. Pencegahan juga bisa dilakukan dengan membersihkan lingkungan rumah sakit dengan rutin, memperbaiki sistem ketahanan tubuh, dan membuat ruang isolasi untuk pasien dengan penyakit yang dapat menular melalui udara

0 komentar:

Posting Komentar

Our Partners